Salah satu hobby Bang Yanis adalah mendaki gunung. Boleh dikata waktu luang, libur, dan cutinya digunakan untuk mendaki gunung atau merambah hutan.Untunglah Bang Yanis anak orang-kaya, sehingga uang bukan masalah baginya.Sebab,mendaki gunung dan merambah hutan - bagaimana pun juga - pasti memerlukan biaya untuk transport ke lokasi pulang-pergi, peralatan, bekal, dan mungkin juga penunjuk jalan [guide]. Kalau mengharap dari gajinya, pasti tidak cukup. Selain, itu sebagai anggota aparat berseragam, Bang Yanis juga harus dapat izin dari atasannya jika keluar dari garnizun di lokasi kesatuannya. Tapi bukan Bang Yanis namanya, kalau dia tak bisa mengatasi semua hambatan dan kendala itu.
Bang Yanis adalah anggota aparat berseragam [serviceman] di suatu negara yang tak perlu aku sebut namanya. Dalam keluarganya, Bang Yanis hanya dua bersaudara. Kakaknya perempuan, menikah dan tinggal di luar negeri. Sebetulnya, ayah Bang Yanis berharap agar dia bisa menggantikannya mengelola perusahaan-perusahaan keluarga. Tapi apa daya, panggilan hati Bang Yanis adalah jadi aparat berseragam. Kedua orang-tuanya yang berpandangan maju tak mau menghalang-halangi panggilan hidup anak mereka itu.
Bang Yanis adalah sahabat dekatku. Kami bersahabat sejak kami teman sekelas di junior high-school [SLTP?] dan berlanjut sampai di senior high-school [SMU?]. Aku suka memanggilnya abang, pertama: karena aku anak tunggal dan tak punya abang, kedua: sejak kecil Bang Yanis cenderung tumbuh cepat [bongsor] dan secara fisik lebih besar dari aku, ketiga : dia tak keberatan aku panggil abang.
Aku berpendapat Bang Yanis dikarunia semua kelebihan seorang lelaki : otak yang cerdas, wajah yang tampan, fisik yang kuat, kesemaptaan-jasmani yang prima, gerakan yang sigap dan terampil, tubuh yang besar dan kekar, orang tua yang kaya, aura dan kharisma yang luar-biasa, dan last but not least ukuran kontol yang besar dan disunat ketat [high and tight]. Tak sedikitpun ada kulit kulupnya yang tersisa - seluruh kulup sudah habis dikudung [dipotong, digunting] waktu dia disunat ketika masih bayi. Kalau ada kekurangan dalam diri Bang Yanis - itu adalah orientasi sexualnya yang suka sejenis [full gay, totally homosexual, score-6]. Dia tidak berminat secuil pun pada lawan jenis dan dia punya kecenderungan sado-masochist.
Meskipun Bang Yanis tak pernah cerita padaku atau buka-bukaan tentang orientasi sexualnya, tapi karena dekatnya hubungan kami berdua, maka aku jadi tahu dan paham keadaan sahabatku atau "abangku" itu. Di antara kami berdua diam-diam seperti ada kesepakatan : don't ask, don't tell - seperti azas yang dianut Militer Amerika Serikat [US Armed Forces] terhadap anggotanya yang homosex [atau lesbian].
Aku juga hafal bagian-bagian tubuh Bang Yanis luar-dalam, karena sebagai sahabat dekat, mau tak mau aku sering tidur bareng [salapik sakatiduran], mandi bareng, main bareng, fitness bareng, dan jalan bareng. Terus terang aku sudah sering menyaksikan ketelanjangan Bang Yanis. Bahkan ketika kami mulai tumbuh jembut [sekitar 13 tahun saat di junior high-school] dan tumbuh bulu ketek [sekitar 16 tahun saat di senior high-school] kami biasa saling share fenomena itu. Demikian juga ketika kami pertama kali mulai mimpi basah [keluar pejuh]. Tanda-tanda dewasa Bang Yanis selalu muncul lebih dulu dari aku, baik saat munculnya jembut, atau bulu ketek maupun saat terpancarnya pejuh pertama. Berkat kekayaan orang-tua Bang Yanis dan persahabatanku dengan dia, aku kebagian obat pencegah jerawat dari luar-negeri yang mahal harganya dan harus dimakan sepanjang masa remaja kami. Itulah sebabnya selama masa remaja kami, kami berdua bebas dari gangguan jerawat.
Karena eratnya persahabatan kami berdua, banyak teman yang mengira kami ada hubungan keluarga. Kami tidak sekolah bareng lagi setelah tamat high-school, karena aku masuk fakultas ekonomi dan Bang Yanis masuk military academy [akademi militer - akmil] di negaranya yang kira-kira sama dengan West Point Military Academy di Amerika Serikat atau Sandhurst Military Academy di Inggris atau Breda Militaire Akademie di Belanda.
Kami berpisah cukup lama, sebab aku kemudian mengikuti program master dan doktor di luar negeri yang dibiayai bea-siswa. Mungkin aku hanya jumpa Bang Yanis sekali atau dua kali setahun sepanjang masa perpisahan itu.Anehnya, setiap kali aku jumpa Bang Yanis - waktu dia masih berstatus cadet of the military academy [taruna akmil?] - muncul getaran-getaran cinta berahi dalam diriku terhadap Bang Yanis. Meskipun demikian perasaan itu aku simpan dan aku tekan dalam-dalam jadi rahasia pribadiku. Aku tak pernah mengatakannya kepada Bang Yanis. Aku selalu bersusah-payah untuk bersikap biasa terhadap Bang Yanis setiap kami berjumpa. Sejak itu pula aku makin sadar bahwa aku seorang gay dan aku juga makin paham bahwa Bang Yanis juga seorang gay. Meski semua itu hanya berdasar feeling dan observation saja. Antara lain kami sama-sama tidak punya pacar cewek, kami tak pernah diskusi tentang cewek, dan kami sama-sama antusias jika bicara tentang cowok - termasuk tentang penampilan lahiriah atau fisik mereka.
Bagiku, menikah atau tidak menikah tak ada hubungannya dengan karirku dalam pekerjaan. Tapi untuk Bang Yanis, statusnya yang tidak menikah pasti akan menghambat karir militernya. Pada suatu saat kelak dia akan masuk kotak karena statusnya yang unmarried atau single itu. Kecuali kalau ia banting setir mengambil jalur karir dosen, instruktur atau guru militer yang tidak bergengsi atau sekalian dia resign atau quit, keluar dari militer. Tapi, setelah itu, mau jadi apa dia.... ?[Ha..Ha..Ha..].
Kami mulai sering jumpa lagi, kira-kira sepuluh tahun setelah kami berdua tamat senior high-school. Ketika Bang Yanis ditugasi di kesatuan yang lokasinya satu kota dengan aku. Kami sering ngobrol dan share bermacam-macam pengalaman. Hobby mendaki gunung Bang Yanis ternyata telah mengantarkan pertemuannya dengan Niko seorang anak desa. Berikut ini adalah cerita Bang Yanis tentang Niko.
Aku juga hafal bagian-bagian tubuh Bang Yanis luar-dalam, karena sebagai sahabat dekat, mau tak mau aku sering tidur bareng [salapik sakatiduran], mandi bareng, main bareng, fitness bareng, dan jalan bareng. Terus terang aku sudah sering menyaksikan ketelanjangan Bang Yanis. Bahkan ketika kami mulai tumbuh jembut [sekitar 13 tahun saat di junior high-school] dan tumbuh bulu ketek [sekitar 16 tahun saat di senior high-school] kami biasa saling share fenomena itu. Demikian juga ketika kami pertama kali mulai mimpi basah [keluar pejuh]. Tanda-tanda dewasa Bang Yanis selalu muncul lebih dulu dari aku, baik saat munculnya jembut, atau bulu ketek maupun saat terpancarnya pejuh pertama. Berkat kekayaan orang-tua Bang Yanis dan persahabatanku dengan dia, aku kebagian obat pencegah jerawat dari luar-negeri yang mahal harganya dan harus dimakan sepanjang masa remaja kami. Itulah sebabnya selama masa remaja kami, kami berdua bebas dari gangguan jerawat.
Karena eratnya persahabatan kami berdua, banyak teman yang mengira kami ada hubungan keluarga. Kami tidak sekolah bareng lagi setelah tamat high-school, karena aku masuk fakultas ekonomi dan Bang Yanis masuk military academy [akademi militer - akmil] di negaranya yang kira-kira sama dengan West Point Military Academy di Amerika Serikat atau Sandhurst Military Academy di Inggris atau Breda Militaire Akademie di Belanda.
Kami berpisah cukup lama, sebab aku kemudian mengikuti program master dan doktor di luar negeri yang dibiayai bea-siswa. Mungkin aku hanya jumpa Bang Yanis sekali atau dua kali setahun sepanjang masa perpisahan itu.Anehnya, setiap kali aku jumpa Bang Yanis - waktu dia masih berstatus cadet of the military academy [taruna akmil?] - muncul getaran-getaran cinta berahi dalam diriku terhadap Bang Yanis. Meskipun demikian perasaan itu aku simpan dan aku tekan dalam-dalam jadi rahasia pribadiku. Aku tak pernah mengatakannya kepada Bang Yanis. Aku selalu bersusah-payah untuk bersikap biasa terhadap Bang Yanis setiap kami berjumpa. Sejak itu pula aku makin sadar bahwa aku seorang gay dan aku juga makin paham bahwa Bang Yanis juga seorang gay. Meski semua itu hanya berdasar feeling dan observation saja. Antara lain kami sama-sama tidak punya pacar cewek, kami tak pernah diskusi tentang cewek, dan kami sama-sama antusias jika bicara tentang cowok - termasuk tentang penampilan lahiriah atau fisik mereka.
Bagiku, menikah atau tidak menikah tak ada hubungannya dengan karirku dalam pekerjaan. Tapi untuk Bang Yanis, statusnya yang tidak menikah pasti akan menghambat karir militernya. Pada suatu saat kelak dia akan masuk kotak karena statusnya yang unmarried atau single itu. Kecuali kalau ia banting setir mengambil jalur karir dosen, instruktur atau guru militer yang tidak bergengsi atau sekalian dia resign atau quit, keluar dari militer. Tapi, setelah itu, mau jadi apa dia.... ?[Ha..Ha..Ha..].
Kami mulai sering jumpa lagi, kira-kira sepuluh tahun setelah kami berdua tamat senior high-school. Ketika Bang Yanis ditugasi di kesatuan yang lokasinya satu kota dengan aku. Kami sering ngobrol dan share bermacam-macam pengalaman. Hobby mendaki gunung Bang Yanis ternyata telah mengantarkan pertemuannya dengan Niko seorang anak desa. Berikut ini adalah cerita Bang Yanis tentang Niko.
CERITA TENTANG NIKO
1. Mengasuh anak desa
Seperti umumnya setiap pendakian gunung atau perambahan hutan, selalu ada tempat atau lokasi awal bagi dimulainya perjalanan ke alam liar atau ke alam perawan. Tempat itu sering disebut pos atau bivak yang letaknya bisa di suatu desa terpencil atau di tepi hutan.Di tempat seperti itulah aku jumpa Niko seorang anak desa. Aku jumpa Niko ketika dia berumur 9 tahun. Ketika itu aku sudah terpikat pada perilakunya yang sopan, wajahnya yang tampan dan juga sikapnya yang cerdas. Dia adalah anak seorang petugas pos pendakian.
Suatu kali, ketika aku melakukan pendakian di tempat yang sama, aku tak melihat Niko lagi. Ternyata dia tinggal dengan pamannya di desa lain untuk sekolah. Lima tahun kemudian, aku jumpa Niko lagi, dia baru tamat junior high-school tapi karena masalah biaya ia tidak melanjutkan sekolahnya dan membantu ayahnya mengurus pos pendakian. Aku menawarkan Niko untuk tinggal bersamaku dan aku berjanji akan membiayai sekolahnya dan menanggung hidupnya. Orang tua Niko setuju dan Niko juga mau dan sekembalinya dari pendakian, Niko ikut aku dan pindah ke rumahku. Ketika itu aku masih berpangkat First Lieutenant. Tapi ketika itu aku tinggal di rumah dinas sendirian.
Demikianlah Niko tinggal bersamaku di rumah dinasku. Ketika itu tahun ajaran baru masih enam bulan kemudian. Dengan demikian ada cukup waktu bagiku untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Aku harus mengurus surat-surat sebagai wali dari Niko agar memudahkan pendaftaran sekolah dan lain-lain. Untuk itu aku harus minta izin ke kesatuan.
2. Niko diperiksa kesehatannya
Aku sudah membelikan Niko beberapa stel pakaian baru agar Niko berpenampilan pantas sebagai anggota keluargaku, termasuk sepatu, sandal, pakaian olah-raga dan pakaian dalam. Aku belikan kancut yang berfungsi sebagai jockstrap [supporter, suspensoir] dan celana dalam sekaligus dengan design yang rendah dan maximum exposure. Aku ingin agar Niko betul-betul jadi laki-laki sejati seperti aku.
Aku juga harus memeriksakan kesehatan Niko dan kalau perlu menyunatnya - kalau dia belum sunat atau menyunat-ulang jika dia sudah sunat tapi sunatnya belum sempurna. Kebetulan aku punya sahabat, namanya Fritz seorang dokter militer. Setelah janjian dengan Fritz - pada suatu siang aku membawa Niko ke klinik militer tempat Fritz bertugas. Ketika itu Fritz punya cukup waktu untuk memeriksa Niko.
Di klinik militer, Niko langsung disuruh telanjang bulat. Bisa jadi itu pertama kalinya Niko bertemu dokter. Sebab, aku dengar dari ayahnya bahwa sejak kecil Niko sehat, tak pernah sakit berat. Waktu disuruh melepas penutup tubuhnya, Niko tampak agak ragu, karena itu aku langsung membantunya. Niko menurut saja - atau terpaksa menurut - ketika dia aku telanjangi.
Aku sudah sering melihat Niko telanjang-dada atau hanya berkancut, tapi itulah pertama kali aku melihatnya telanjang bulat. Dalam usianya yang 15 tahun, ternyata tubuh Niko sudah tampak atletis. Maklumlah waktu masih di desa Niko banyak jalan kaki dan sering kerja fisik, seperti mencangkul dan sejenisnya.Aku sudah berencana nantinya akan membentuk tubuh Niko agar benar-benar atletis, ketat, berotot seperti tubuh lelaki sejati !
Ternyata kontol Niko lumayan besar. lebih besar dari rata-rata remaja seumurnya. Dia sudah sunat, meskipun polanya agak loose, belum high and tight. Pertumbuhan jembutnya juga lumayan lebat, hitam, tebal dan tumbuh luas. Maklum dia sudah umur 15 tahun, biasanya jembut anak laki-laki tumbuh sekitar umur 13 tahun. Jadi sudah 2 tahun Niko tumbuh jembut. Pertumbuhan jembutnya serasi dengan kulit tubuhnya yang coklat-terang dan mulus. Waktu Fritz melihat bahwa Niko sudah sunat, Fritz bertanya pada Niko :
"Disunat umur berapa, dik?", Niko menjawab :
"Enam tahun Pak Dokter", lalu Fritz melanjutkan pertanyaannya lagi :
"Sunat dimana?"
"Di Pak Mantri di kampung, Pak Dokter"
Kemudian, dalam keadaan Niko berdiri tegap [telanjang-bulat], Fritz memeriksa kulup Niko dengan menarik-narik sisa kulup Niko ke belakang ke arah pangkal kontol Niko. Dengan sebuah penggaris Fritz mengukur panjang sisa kulup Niko. Kemudian Fritz melihat bagian bawah kontol Niko [di bawah lobang kencingnya] untuk memastikan apakah frenulum Niko sudah digunting waktu dia sunat dulu. Kata Fritz kepadaku :
"Masih ada sisa kulup 3-4 mm dan frenulumnya belum dipotong", maksud Fritz, masih ada sisa kulup sekitar 3-4 mm dan kulit frenulum Niko juga belum digunting seperti yang seharusnya dilakukan pada sunat atau sunat militer yang standard.
Fritz mengenal aku dengan baik. Dia tahu betul bahwa aku paling anti kulup, anti sunat yang tidak sempurna [loose] dan anti sunat yang tidak standard [frenulum belum digunting]. Semua anak-buahku di kesatuan yang belum sunat atau sunatnya belum sempurna, pasti langsung aku kirim ke Fritz untuk menyunatnya segera atau menyunat ulang dan selalu secara militer [tanpa anestesi]! Seluruh kulup harus dipotong habis sampai tak bersisa sedikit pun [dikudung]. Begitu juga frenulum harus digunting. Itu harga mati dan syarat mutlak untuk menjadi seorang tentara yang baik!
Prinsip ini aku dapatkan sewaktu aku jadi cadet di military academy. Kepada kami para cadet ditanamkan prinsip bahwa sunat yang sempurna harus high and tight dan : Pria yang tidak sunat, bukan laki-laki [An uncircumcised male is not a man]. Prinsip ini juga akan aku berlakukan bagi Niko, karena dia sudah merupakan bagian dari diriku.Aku langsung menimpali pernyataan Fritz. Kataku :
"Apa bisa disempurnakan disini sekarang ?", maksudku apakah Niko bisa disunat ulang siang itu juga. Aku tak sabar lagi. ingin Niko segera disempurnakan sunatnya agar dia jadi lelaki sempurna! Fritz menjawab :
"OK! Kita kerjakan setelah ini. Aku punya cukup waktu", tapi aku belum puas dengan kata-kata Fritz dan aku masih menegaskan lagi :
"Cara militer, ya?",
Yang aku maksud dengan cara militer adalah sunat tanpa anestesi yang sudah terkenal luar-biasa-amat-sangat-nyeri itu!. Sebab, aku ingin agar Niko juga benar-benar bisa merasakan passage to manhood seperti seorang anggota militer. Siapa tahu kelak Niko jadi tentara seperti aku. Jawab Friz :
"Pasti cara militer. Ini 'kan klinik militer. Disini tidak pernah ada obat anestesi".
Fritz pernah bercerita kepadaku bahwa dia sedang mengembangkan agar klinik militer yang dipimpinnya benar-benar jadi klinik militer. Semua operasi kecil [termasuk sunat] dilakukan tanpa anestesi - tanpa diberi suntikan bius. Dengan tujuan agar para anggota militer di kesatuannya terbiasa dengan tindakan medis yang darurat militer dan nyerinya luar biasa! Kata Fritz, di medan perang obat anestesi sering tidak tersedia dan operasi kecil seringkali terpaksa dilakukan tanpa anestesi. Oleh karena itu di klinik itu sering terdengar teriakan pasien militer yang kesakitan sewaktu sedang dioperasi kecil atau disunat tanpa pembiusan. Jika Fritz sedang ramah dia menenangkan pasiennya dengan kata-kata lembut dan manis, seperti :
"Tahan ya. Sakit sedikit. Tentara pasti tahan sakit", tapi kalau Fritz sedang kesal mood-nya maka dia akan membentak dengan keras :
"HEY. DIAMMM KAU!!! KAU 'KAN TENTARA!!! JANGAN CENGENG!!!", setelah membentak, "tidak lupa" Fritz menyuruh salah seorang anak buahnya untuk menampar pasien militer itu di pipinya. Jika, Fritz memberi perintah yang bunyinya : "Kau tutup mulut orang ini!", maka anak buahnya sudah mengerti, artinya pipi pasien militer itu harus ditampar dengan dua tamparan keras di masing-masing pipinya kiri dan kanan: "PLAKK!!! PLAKK!!! Biasanya dengan dua tamparan keras seperti itu, pasien militer itu terdiam ketakutan dan kesakitan. Tidak jarang dari mulut pasien militer itu keluar darah. Sebab, tamparan keras di pipinya menyebabkan ujung giginya menggores dan melukai selaput lendir di bagian dalam mulutnya. Sehingga bibir dan mulut pasien militer itu jadi merah - seperti orang sedang makan sirih [Ha..Ha..Ha..]
Cara ini juga dimaksudkan untuk melatih anak buahnya [para anggota kesehatan militer] guna melakukan operasi kecil [minor surgery] tanpa anestesi. Sehingga mereka biasa [dan tega] menghadapi situasi dimana pasien yang dioperasi berteriak-teriak atau menjerit-jerit kesakitan sambil menggelinjang-gelinjang dan menggeliat-geliat menahan rasa nyeri hebat . Untuk "mengurangi rasa sakit", Fritz menyuruh pasien yang akan dioperasi agar mengatur dan konsentrasi pada nafasnya. Pada kenyataannya mengatur nafas tidak mengurangi rasa nyeri, tapi tetap dipraktekkan untuk mengalihkan pikiran dari rasa nyeri hebat itu! [Ha..Ha..Ha..]
Waktu Fritz memeriksa kontol Niko dengan menarik-narik kulup dan menggenggamnya, kontan dan spontan kontol Niko jadi ngaceng! Maklum dia masih remaja usia 15 tahun. Niko tersenyum pahit menahan malu, akibat dia ngaceng di depan orang lain - meskipun aku dan Fritz sama-sama laki-laki. Karena, kontol Niko sudah ngaceng, maka Fritz meneruskan meloco, mengocok, dan merangsang kontol Niko untuk mengetahui apakah Niko sudah mulai keluar pejuh [eyakulasi] atau belum. Kata Fritz :
"Sekalian kita cek, ya? Apakah sudah eyakulasi atau belum", aku setuju saja. Kataku :
"Ya sekalian saja milking", maksudku sekalian kontol Niko diperah pejuhnya [milking], yaitu dikocok atau diloco [dionani], untuk dipastikan apakah Niko sudah keluar pejuh atau belum. Fritz melanjutkan kocokan dan locoannya di kontol Niko yang masih remaja itu. Akibat kontol Niko diloco, dikocok, dan dirangsang dengan tangan Fritz, maka kontol pemuda desa itu menegang dan mengencang. Bahkan menjadi tegak sampai menempel ke dinding perut-bawahnya [yang ditumbuhi jembut]. Sementara itu, kepala kontolnya [glans penis] memerah-ungu, berkilat, membara seperti jeroan ayam yang baru disiangi. Ketika rangsangan diteruskan lagi oleh Fritz, ternyata kontol Niko hanya berdenyut-denyut. Tidak mengeluarkan apa-apa. Yang terpompa keluar dari lobang kencingnya hanya setetes cairan bening. Bisa jadi itu cairan mazie atau sisa-sisa air kencing yang ada di saluran kencingnya [urethra]. Lalu Fritz mengambil kapas lidi dan mengoles cairan bening itu dari lobang kencing Niko. Ternyata, cairan itu berupa lendir, yaitu mazie atau pre-cum! Artinya, meskipun Niko belum keluar pejuh tapi produksi mazienya [pre-cum] sudah aktif. Fritz bertanya pada Niko :
"Sudah pernah mimpi basah, dik?", sambil Fritz mengelus-ngelus punggung Niko untuk mengurangi rasa malu remaja desa itu. Niko agaknya tak mengerti pertanyaan itu dan tak tahu harus menjawab apa. Karena itu, Fritz bertanya lagi :
"Pejuhnya ...eh ... air maninya sudah pernah keluar, dik?", sebagai remaja tamatan junior highschool, pastilah Niko pernah mendengar dari teman-temannya tentang pejuh atau air mani dan Niko tahu bahwa pejuhnya belum pernah keluar. Karena itu Niko jadi merah padam wajahnya karena malu, dia menunduk dan menjawab lirih dan kemalu-maluan :
"Belum. Pak Dokter",
Fritz sudah biasa memeriksa new recruit [tentara baru] dan calon military academy cadets [taruna akmil]. Salah satu yang terpenting pada pemeriksaan kesehatan militer adalah memastikan adanya tanda-tanda dewasa laki-laki! Karena itu, dalam keadaan telanjang-bulat, Niko disuruh mengangkat kedua tangannya ke atas untuk memeriksa apakah bulu keteknya sudah tumbuh. Ternyata sudah tampak ada jejas kehitaman di dataran ketiak Niko. Mungkin setahun lagi bulu ketek Niko akan tumbuh lebih lebat lagi. Fritz juga meraba kedua tungkai dan paha belakang Niko untuk memastikan apakah Niko sudah tumbuh bulu kaki. Selanjutnya, Niko di suruh menunduk dan membengkek belahan bokongnya agar Fritz dapat melihat apakah lobang pantat [bool, silit ] Niko ditumbuhi rambut atau tidak.
Dari semua tanda-tanda dewasa laki-laki ternyata hanya jembut Niko yang sudah tumbuh lebat. Kemudian, Niko disuruh berbaring terlentang [telanjang-bulat] di meja periksa untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Setelah mengenakan sarung tangan karet [handschoen] di tangan kanannya, Fritz juga menyodok-nyodok lobang pantat Niko dengan jari telunjuknya untuk pemeriksaan rectal toucher [?] . Menurut kesimpulan Fritz, Niko seorang remaja sehat, hanya saja sunatnya perlu disempurnakan.
3. Niko disunat ulang secara militer
Hampir setiap hari Fritz melakukan sunat militer pada para new recruits di kesatuan militernya. Karena itu, di kliniknya Fritz menyiapkan semacam kursi untuk sunat militer. Kursi itu mirip dengan kursi untuk pemeriksaan kebidanan wanita [kursi ginekologi?], tapi oleh Fritz agak dimodifikasi sedikit sehingga bentuknya menjadi seperti kursi untuk menyiksa tahanan militer.
Niko didudukkan telanjang-bulat di kursi itu. Masing-masing pahanya di letakkan di penyangga paha yang ada di kiri kanan kursi itu. Bagian tubuhnya di sekitar selangkangannya terpapar jelas [completely exposed] : jembut, kontol, biji peler, lobang pantat, dan paha bagian dalamnya. Kedua tangan Niko terangkat ke atas sehingga jejas hitam yang merupakan awal pertumbuhan bulu keteknya tampak jelas. Pergelangan tangan, pergelangan kaki, paha, dan pinggangnya di-restrain kuat-kuat dengan tali kulit. Niko tak mungkin bergerak, kecuali menggeliat atau menggelinjang saja, itu pun hampir tak bisa. Restrain itu dimaksudkan agar new recruit yang sedang disunat tidak dapat mengamuk atau berontak karena kesakitan, waktu kulupnya atau sisa-kulupnya digunting tanpa anestesi.
Meskipun Niko tampak risih diperlakukan seperti itu tapi dia menurut saja. Mungkin Niko juga tak tahu dia harus berbuat apa - dia tak punya pilihan selain dari menurut saja. Kemudian Fritz mengatakan :
"Sunat lagi ya dik. Masih ada yang harus dipotong lagi sedikit".
Niko tak menjawab, ia menurut saja dan mencoba menganggukkan kepalanya. Aku mengelus-ngelus kepala dan bahu Niko untuk memberi support mental. Fritz mencuci tangan lalu mengenakan sarung tangan karet. Sambil menyiapkan diri untuk menyunat Niko, Fritz berkata padaku dengan ringan [enteng] tanpa beban :
"Jembutnya nggak usah dicukur ya? Nanti jembutnya aku bersihkan saja pakai Betadine dan Alkohol.Kalau cowok jembutnya klimis kurang bagus".
"Kamu 'kan dokternya. Terserah kamu, bagaimana baiknya", jawabku menukas.
Kemudian Fritz membersihkan jembut, kontol, biji peler, lobang pantat, dan paha dalam Niko dengan cairan putih [Phisohex?], coklat [Betadine?], dan bening [Alkohol?]dengan olesan kapas yang dijepit sebuah gunting panjang. Lalu dia memasang kain putih di sekeliling kontol Niko. Selanjutnya, aku dengar Fritz berkata pada Niko:
"Ini sakit sedikit ya, dik. Supaya tidak terlalu sakit, nafas teratur ya. Sekarang tarik nafas ya dik, keluarkan. Tarik nafas lagi, keluarkan. Ya begitu terus ya..." ,sementara Niko mengatur nafasnya, tanpa ampun dan tanpa belas kasihan sedikit pun, Fritz mulai menggunting sisa kulup Niko. Seperti biasanya jika Fritz menyunat seorang new recruit, kali itu Fritz juga sengaja menyentakkan guntingan yang pertama itu! Seketika itu juga aku dengar jeritan keras tapi tertahan dari mulut Niko yang terdengar seperti orang yang sedang amat sangat kesakitan :
"AGHHH !!!! SAKIT PAK DOKTER !!!!, keras sekali!
"Tahan ya, dik. Sakit sedikit", kata Fritz tanpa perasaan dan pura-pura mencoba menghibur dan menegarkan perasaan Niko.
Aku membantu meringankan nyeri potong sisa kulup itu dengan mengelus kepala dan punggung Niko. Lalu aku mulai merasakan basah dan lengketnya keringat di tubuh Niko! Jelas Niko sedang menahan rasa nyeri yang amat sangat luar biasa [excruciating pain]. Karena itu keringatnya terus membanjir, keluar, dan bercucuran. Tubuhnya yang telanjang-bulat jadi berkilat-kilat. Sekali-sekali, Niko seperti mencoba bergerak tapi tak bisa, sehingga tak tampak ada gerakan, geliat, atau gelinjang di tubuhya. Restrain atau fiksasi di tubuhnya terlalu kuat! Wajahnya yang remaja dan tampan itu menunjukkan tarikan rona wajah amat sangat kesakitan! Agh! Indah dan jantan sekali! Aku suka sekali melihatnya [Ha..Ha..Ha..].
Siksaan itu berlangsung sekitar 15 menit - sampai seluruh sisa kulup Niko dipotong habis, frenulum-nya di gunting, dan lukanya dijahit. Waktu Fritz menggunting frenulum Niko, dia sekali lagi sengaja menyentakkan guntingannya dengan KERAS [!], sehingga Niko jadi seperti terlonjak kaget dan amat kesakitan ! Dia menjerit untuk kedua kalinya :
"AGHHH !!!! SAKIT PAK DOKTER !!!!, lebih keras lagi suaranya dari jeritan pertama! Pasti kali ini jauh lebih nyeri - sebab frenulum-nya yang penuh dengan syaraf itu digunting oleh Fritz dan segaja disentakkan!
Niko tidak pingsan, tapi tampak lemas, amat menderita dan amat kesakitan. Setelah sunat selesai, Niko aku bantu bangkit dari kursi sialan itu. Lalu aku baringkan dia terlentang di lantai [telanjang bulat], dengan kaki mengangkang lebar dan kedua tanganaya di letakkan di samping kepalanya. Tubuhnya seakan membentuk huruf "X". Menurut kebiasaan atau pendapat di klinik militer itu, dinginnya lantai dapat mengurangi rasa nyeri di luka sunatnya.
Niko menurut saja ketika aku baringkan di lantai tanpa alas dan bertelanjang bulat! Ia tak sempat berpikir apa-apa lagi, selain merasakan pedihnya luka sunatnya. Apalagi sampai ketika sudah tiba di rumah, Niko tampak masih amat kesakitan. Aku senang dan bangga Niko dapat merasakan pedihnya passage to manhood secara militer, tanpa dia semaput atau jatuh pingsan [Ha..Ha..Ha..]
4. Penyembuhan luka sunat Niko
Karena Niko masih amat kesakitan. Waktu pulang aku biarkan dia telanjang bulat saja naik mobil. Dari klinik ke parkiran mobil Niko berjalan telanjang bulat. Tapi tubuh atasnya aku tutup dengan jacket militerku, sedangkan tubuh bawahnya aku biarkan terbuka, Di komplex kesatuan itu yang ada hanya laki-laki dan semuanya tentara. Mereka sudah biasa melihat new recruit yang baru disunat secara militer berjalan telanjang bulat dalam keadaan amat kesakitan. Karena itu mereka tidak merasa heran melihat Niko berjalan telanjang-bulat. Seperti para new recruit yang baru sunat, agaknya karena rasa sakit di luka sunatnya, ketika itu Niko juga sudah lupa pada rasa malu bertelanjang-bulat di hadapan orang banyak.
Sesampainya di rumah aku menyuruh Niko untuk melanjutkan bertelanjang bulat selama dua minggu. Alasanku :
"Biar luka sunatnya lekas sembuh", Niko menurut saja. Selama dua minggu berikutnya, Niko bertelanjang bulat saja, tapi dia tetap melakukan kegiatan sehari-hari di rumahku, tanpa risih.
POST SCRIPTUM
Dari cerita Bang Yanis itu, aku yakin Niko memang punya jiwa militer dan dia memang laki-laki sejati ! Nyatanya dia tegar dan tetap percaya diri meskipun harus bertelanjang-bulat selama dua minggu!
[KERISTOFO'ORI RINALETO - CRISTOFORI RINALDO]
1. Mengasuh anak desa
Seperti umumnya setiap pendakian gunung atau perambahan hutan, selalu ada tempat atau lokasi awal bagi dimulainya perjalanan ke alam liar atau ke alam perawan. Tempat itu sering disebut pos atau bivak yang letaknya bisa di suatu desa terpencil atau di tepi hutan.Di tempat seperti itulah aku jumpa Niko seorang anak desa. Aku jumpa Niko ketika dia berumur 9 tahun. Ketika itu aku sudah terpikat pada perilakunya yang sopan, wajahnya yang tampan dan juga sikapnya yang cerdas. Dia adalah anak seorang petugas pos pendakian.
Suatu kali, ketika aku melakukan pendakian di tempat yang sama, aku tak melihat Niko lagi. Ternyata dia tinggal dengan pamannya di desa lain untuk sekolah. Lima tahun kemudian, aku jumpa Niko lagi, dia baru tamat junior high-school tapi karena masalah biaya ia tidak melanjutkan sekolahnya dan membantu ayahnya mengurus pos pendakian. Aku menawarkan Niko untuk tinggal bersamaku dan aku berjanji akan membiayai sekolahnya dan menanggung hidupnya. Orang tua Niko setuju dan Niko juga mau dan sekembalinya dari pendakian, Niko ikut aku dan pindah ke rumahku. Ketika itu aku masih berpangkat First Lieutenant. Tapi ketika itu aku tinggal di rumah dinas sendirian.
Demikianlah Niko tinggal bersamaku di rumah dinasku. Ketika itu tahun ajaran baru masih enam bulan kemudian. Dengan demikian ada cukup waktu bagiku untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Aku harus mengurus surat-surat sebagai wali dari Niko agar memudahkan pendaftaran sekolah dan lain-lain. Untuk itu aku harus minta izin ke kesatuan.
2. Niko diperiksa kesehatannya
Aku sudah membelikan Niko beberapa stel pakaian baru agar Niko berpenampilan pantas sebagai anggota keluargaku, termasuk sepatu, sandal, pakaian olah-raga dan pakaian dalam. Aku belikan kancut yang berfungsi sebagai jockstrap [supporter, suspensoir] dan celana dalam sekaligus dengan design yang rendah dan maximum exposure. Aku ingin agar Niko betul-betul jadi laki-laki sejati seperti aku.
Aku juga harus memeriksakan kesehatan Niko dan kalau perlu menyunatnya - kalau dia belum sunat atau menyunat-ulang jika dia sudah sunat tapi sunatnya belum sempurna. Kebetulan aku punya sahabat, namanya Fritz seorang dokter militer. Setelah janjian dengan Fritz - pada suatu siang aku membawa Niko ke klinik militer tempat Fritz bertugas. Ketika itu Fritz punya cukup waktu untuk memeriksa Niko.
Di klinik militer, Niko langsung disuruh telanjang bulat. Bisa jadi itu pertama kalinya Niko bertemu dokter. Sebab, aku dengar dari ayahnya bahwa sejak kecil Niko sehat, tak pernah sakit berat. Waktu disuruh melepas penutup tubuhnya, Niko tampak agak ragu, karena itu aku langsung membantunya. Niko menurut saja - atau terpaksa menurut - ketika dia aku telanjangi.
Aku sudah sering melihat Niko telanjang-dada atau hanya berkancut, tapi itulah pertama kali aku melihatnya telanjang bulat. Dalam usianya yang 15 tahun, ternyata tubuh Niko sudah tampak atletis. Maklumlah waktu masih di desa Niko banyak jalan kaki dan sering kerja fisik, seperti mencangkul dan sejenisnya.Aku sudah berencana nantinya akan membentuk tubuh Niko agar benar-benar atletis, ketat, berotot seperti tubuh lelaki sejati !
Ternyata kontol Niko lumayan besar. lebih besar dari rata-rata remaja seumurnya. Dia sudah sunat, meskipun polanya agak loose, belum high and tight. Pertumbuhan jembutnya juga lumayan lebat, hitam, tebal dan tumbuh luas. Maklum dia sudah umur 15 tahun, biasanya jembut anak laki-laki tumbuh sekitar umur 13 tahun. Jadi sudah 2 tahun Niko tumbuh jembut. Pertumbuhan jembutnya serasi dengan kulit tubuhnya yang coklat-terang dan mulus. Waktu Fritz melihat bahwa Niko sudah sunat, Fritz bertanya pada Niko :
"Disunat umur berapa, dik?", Niko menjawab :
"Enam tahun Pak Dokter", lalu Fritz melanjutkan pertanyaannya lagi :
"Sunat dimana?"
"Di Pak Mantri di kampung, Pak Dokter"
Kemudian, dalam keadaan Niko berdiri tegap [telanjang-bulat], Fritz memeriksa kulup Niko dengan menarik-narik sisa kulup Niko ke belakang ke arah pangkal kontol Niko. Dengan sebuah penggaris Fritz mengukur panjang sisa kulup Niko. Kemudian Fritz melihat bagian bawah kontol Niko [di bawah lobang kencingnya] untuk memastikan apakah frenulum Niko sudah digunting waktu dia sunat dulu. Kata Fritz kepadaku :
"Masih ada sisa kulup 3-4 mm dan frenulumnya belum dipotong", maksud Fritz, masih ada sisa kulup sekitar 3-4 mm dan kulit frenulum Niko juga belum digunting seperti yang seharusnya dilakukan pada sunat atau sunat militer yang standard.
Fritz mengenal aku dengan baik. Dia tahu betul bahwa aku paling anti kulup, anti sunat yang tidak sempurna [loose] dan anti sunat yang tidak standard [frenulum belum digunting]. Semua anak-buahku di kesatuan yang belum sunat atau sunatnya belum sempurna, pasti langsung aku kirim ke Fritz untuk menyunatnya segera atau menyunat ulang dan selalu secara militer [tanpa anestesi]! Seluruh kulup harus dipotong habis sampai tak bersisa sedikit pun [dikudung]. Begitu juga frenulum harus digunting. Itu harga mati dan syarat mutlak untuk menjadi seorang tentara yang baik!
Prinsip ini aku dapatkan sewaktu aku jadi cadet di military academy. Kepada kami para cadet ditanamkan prinsip bahwa sunat yang sempurna harus high and tight dan : Pria yang tidak sunat, bukan laki-laki [An uncircumcised male is not a man]. Prinsip ini juga akan aku berlakukan bagi Niko, karena dia sudah merupakan bagian dari diriku.Aku langsung menimpali pernyataan Fritz. Kataku :
"Apa bisa disempurnakan disini sekarang ?", maksudku apakah Niko bisa disunat ulang siang itu juga. Aku tak sabar lagi. ingin Niko segera disempurnakan sunatnya agar dia jadi lelaki sempurna! Fritz menjawab :
"OK! Kita kerjakan setelah ini. Aku punya cukup waktu", tapi aku belum puas dengan kata-kata Fritz dan aku masih menegaskan lagi :
"Cara militer, ya?",
Yang aku maksud dengan cara militer adalah sunat tanpa anestesi yang sudah terkenal luar-biasa-amat-sangat-nyeri itu!. Sebab, aku ingin agar Niko juga benar-benar bisa merasakan passage to manhood seperti seorang anggota militer. Siapa tahu kelak Niko jadi tentara seperti aku. Jawab Friz :
"Pasti cara militer. Ini 'kan klinik militer. Disini tidak pernah ada obat anestesi".
Fritz pernah bercerita kepadaku bahwa dia sedang mengembangkan agar klinik militer yang dipimpinnya benar-benar jadi klinik militer. Semua operasi kecil [termasuk sunat] dilakukan tanpa anestesi - tanpa diberi suntikan bius. Dengan tujuan agar para anggota militer di kesatuannya terbiasa dengan tindakan medis yang darurat militer dan nyerinya luar biasa! Kata Fritz, di medan perang obat anestesi sering tidak tersedia dan operasi kecil seringkali terpaksa dilakukan tanpa anestesi. Oleh karena itu di klinik itu sering terdengar teriakan pasien militer yang kesakitan sewaktu sedang dioperasi kecil atau disunat tanpa pembiusan. Jika Fritz sedang ramah dia menenangkan pasiennya dengan kata-kata lembut dan manis, seperti :
"Tahan ya. Sakit sedikit. Tentara pasti tahan sakit", tapi kalau Fritz sedang kesal mood-nya maka dia akan membentak dengan keras :
"HEY. DIAMMM KAU!!! KAU 'KAN TENTARA!!! JANGAN CENGENG!!!", setelah membentak, "tidak lupa" Fritz menyuruh salah seorang anak buahnya untuk menampar pasien militer itu di pipinya. Jika, Fritz memberi perintah yang bunyinya : "Kau tutup mulut orang ini!", maka anak buahnya sudah mengerti, artinya pipi pasien militer itu harus ditampar dengan dua tamparan keras di masing-masing pipinya kiri dan kanan: "PLAKK!!! PLAKK!!! Biasanya dengan dua tamparan keras seperti itu, pasien militer itu terdiam ketakutan dan kesakitan. Tidak jarang dari mulut pasien militer itu keluar darah. Sebab, tamparan keras di pipinya menyebabkan ujung giginya menggores dan melukai selaput lendir di bagian dalam mulutnya. Sehingga bibir dan mulut pasien militer itu jadi merah - seperti orang sedang makan sirih [Ha..Ha..Ha..]
Cara ini juga dimaksudkan untuk melatih anak buahnya [para anggota kesehatan militer] guna melakukan operasi kecil [minor surgery] tanpa anestesi. Sehingga mereka biasa [dan tega] menghadapi situasi dimana pasien yang dioperasi berteriak-teriak atau menjerit-jerit kesakitan sambil menggelinjang-gelinjang dan menggeliat-geliat menahan rasa nyeri hebat . Untuk "mengurangi rasa sakit", Fritz menyuruh pasien yang akan dioperasi agar mengatur dan konsentrasi pada nafasnya. Pada kenyataannya mengatur nafas tidak mengurangi rasa nyeri, tapi tetap dipraktekkan untuk mengalihkan pikiran dari rasa nyeri hebat itu! [Ha..Ha..Ha..]
Waktu Fritz memeriksa kontol Niko dengan menarik-narik kulup dan menggenggamnya, kontan dan spontan kontol Niko jadi ngaceng! Maklum dia masih remaja usia 15 tahun. Niko tersenyum pahit menahan malu, akibat dia ngaceng di depan orang lain - meskipun aku dan Fritz sama-sama laki-laki. Karena, kontol Niko sudah ngaceng, maka Fritz meneruskan meloco, mengocok, dan merangsang kontol Niko untuk mengetahui apakah Niko sudah mulai keluar pejuh [eyakulasi] atau belum. Kata Fritz :
"Sekalian kita cek, ya? Apakah sudah eyakulasi atau belum", aku setuju saja. Kataku :
"Ya sekalian saja milking", maksudku sekalian kontol Niko diperah pejuhnya [milking], yaitu dikocok atau diloco [dionani], untuk dipastikan apakah Niko sudah keluar pejuh atau belum. Fritz melanjutkan kocokan dan locoannya di kontol Niko yang masih remaja itu. Akibat kontol Niko diloco, dikocok, dan dirangsang dengan tangan Fritz, maka kontol pemuda desa itu menegang dan mengencang. Bahkan menjadi tegak sampai menempel ke dinding perut-bawahnya [yang ditumbuhi jembut]. Sementara itu, kepala kontolnya [glans penis] memerah-ungu, berkilat, membara seperti jeroan ayam yang baru disiangi. Ketika rangsangan diteruskan lagi oleh Fritz, ternyata kontol Niko hanya berdenyut-denyut. Tidak mengeluarkan apa-apa. Yang terpompa keluar dari lobang kencingnya hanya setetes cairan bening. Bisa jadi itu cairan mazie atau sisa-sisa air kencing yang ada di saluran kencingnya [urethra]. Lalu Fritz mengambil kapas lidi dan mengoles cairan bening itu dari lobang kencing Niko. Ternyata, cairan itu berupa lendir, yaitu mazie atau pre-cum! Artinya, meskipun Niko belum keluar pejuh tapi produksi mazienya [pre-cum] sudah aktif. Fritz bertanya pada Niko :
"Sudah pernah mimpi basah, dik?", sambil Fritz mengelus-ngelus punggung Niko untuk mengurangi rasa malu remaja desa itu. Niko agaknya tak mengerti pertanyaan itu dan tak tahu harus menjawab apa. Karena itu, Fritz bertanya lagi :
"Pejuhnya ...eh ... air maninya sudah pernah keluar, dik?", sebagai remaja tamatan junior highschool, pastilah Niko pernah mendengar dari teman-temannya tentang pejuh atau air mani dan Niko tahu bahwa pejuhnya belum pernah keluar. Karena itu Niko jadi merah padam wajahnya karena malu, dia menunduk dan menjawab lirih dan kemalu-maluan :
"Belum. Pak Dokter",
Fritz sudah biasa memeriksa new recruit [tentara baru] dan calon military academy cadets [taruna akmil]. Salah satu yang terpenting pada pemeriksaan kesehatan militer adalah memastikan adanya tanda-tanda dewasa laki-laki! Karena itu, dalam keadaan telanjang-bulat, Niko disuruh mengangkat kedua tangannya ke atas untuk memeriksa apakah bulu keteknya sudah tumbuh. Ternyata sudah tampak ada jejas kehitaman di dataran ketiak Niko. Mungkin setahun lagi bulu ketek Niko akan tumbuh lebih lebat lagi. Fritz juga meraba kedua tungkai dan paha belakang Niko untuk memastikan apakah Niko sudah tumbuh bulu kaki. Selanjutnya, Niko di suruh menunduk dan membengkek belahan bokongnya agar Fritz dapat melihat apakah lobang pantat [bool, silit ] Niko ditumbuhi rambut atau tidak.
Dari semua tanda-tanda dewasa laki-laki ternyata hanya jembut Niko yang sudah tumbuh lebat. Kemudian, Niko disuruh berbaring terlentang [telanjang-bulat] di meja periksa untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Setelah mengenakan sarung tangan karet [handschoen] di tangan kanannya, Fritz juga menyodok-nyodok lobang pantat Niko dengan jari telunjuknya untuk pemeriksaan rectal toucher [?] . Menurut kesimpulan Fritz, Niko seorang remaja sehat, hanya saja sunatnya perlu disempurnakan.
3. Niko disunat ulang secara militer
Hampir setiap hari Fritz melakukan sunat militer pada para new recruits di kesatuan militernya. Karena itu, di kliniknya Fritz menyiapkan semacam kursi untuk sunat militer. Kursi itu mirip dengan kursi untuk pemeriksaan kebidanan wanita [kursi ginekologi?], tapi oleh Fritz agak dimodifikasi sedikit sehingga bentuknya menjadi seperti kursi untuk menyiksa tahanan militer.
Niko didudukkan telanjang-bulat di kursi itu. Masing-masing pahanya di letakkan di penyangga paha yang ada di kiri kanan kursi itu. Bagian tubuhnya di sekitar selangkangannya terpapar jelas [completely exposed] : jembut, kontol, biji peler, lobang pantat, dan paha bagian dalamnya. Kedua tangan Niko terangkat ke atas sehingga jejas hitam yang merupakan awal pertumbuhan bulu keteknya tampak jelas. Pergelangan tangan, pergelangan kaki, paha, dan pinggangnya di-restrain kuat-kuat dengan tali kulit. Niko tak mungkin bergerak, kecuali menggeliat atau menggelinjang saja, itu pun hampir tak bisa. Restrain itu dimaksudkan agar new recruit yang sedang disunat tidak dapat mengamuk atau berontak karena kesakitan, waktu kulupnya atau sisa-kulupnya digunting tanpa anestesi.
Meskipun Niko tampak risih diperlakukan seperti itu tapi dia menurut saja. Mungkin Niko juga tak tahu dia harus berbuat apa - dia tak punya pilihan selain dari menurut saja. Kemudian Fritz mengatakan :
"Sunat lagi ya dik. Masih ada yang harus dipotong lagi sedikit".
Niko tak menjawab, ia menurut saja dan mencoba menganggukkan kepalanya. Aku mengelus-ngelus kepala dan bahu Niko untuk memberi support mental. Fritz mencuci tangan lalu mengenakan sarung tangan karet. Sambil menyiapkan diri untuk menyunat Niko, Fritz berkata padaku dengan ringan [enteng] tanpa beban :
"Jembutnya nggak usah dicukur ya? Nanti jembutnya aku bersihkan saja pakai Betadine dan Alkohol.Kalau cowok jembutnya klimis kurang bagus".
"Kamu 'kan dokternya. Terserah kamu, bagaimana baiknya", jawabku menukas.
Kemudian Fritz membersihkan jembut, kontol, biji peler, lobang pantat, dan paha dalam Niko dengan cairan putih [Phisohex?], coklat [Betadine?], dan bening [Alkohol?]dengan olesan kapas yang dijepit sebuah gunting panjang. Lalu dia memasang kain putih di sekeliling kontol Niko. Selanjutnya, aku dengar Fritz berkata pada Niko:
"Ini sakit sedikit ya, dik. Supaya tidak terlalu sakit, nafas teratur ya. Sekarang tarik nafas ya dik, keluarkan. Tarik nafas lagi, keluarkan. Ya begitu terus ya..." ,sementara Niko mengatur nafasnya, tanpa ampun dan tanpa belas kasihan sedikit pun, Fritz mulai menggunting sisa kulup Niko. Seperti biasanya jika Fritz menyunat seorang new recruit, kali itu Fritz juga sengaja menyentakkan guntingan yang pertama itu! Seketika itu juga aku dengar jeritan keras tapi tertahan dari mulut Niko yang terdengar seperti orang yang sedang amat sangat kesakitan :
"AGHHH !!!! SAKIT PAK DOKTER !!!!, keras sekali!
"Tahan ya, dik. Sakit sedikit", kata Fritz tanpa perasaan dan pura-pura mencoba menghibur dan menegarkan perasaan Niko.
Aku membantu meringankan nyeri potong sisa kulup itu dengan mengelus kepala dan punggung Niko. Lalu aku mulai merasakan basah dan lengketnya keringat di tubuh Niko! Jelas Niko sedang menahan rasa nyeri yang amat sangat luar biasa [excruciating pain]. Karena itu keringatnya terus membanjir, keluar, dan bercucuran. Tubuhnya yang telanjang-bulat jadi berkilat-kilat. Sekali-sekali, Niko seperti mencoba bergerak tapi tak bisa, sehingga tak tampak ada gerakan, geliat, atau gelinjang di tubuhya. Restrain atau fiksasi di tubuhnya terlalu kuat! Wajahnya yang remaja dan tampan itu menunjukkan tarikan rona wajah amat sangat kesakitan! Agh! Indah dan jantan sekali! Aku suka sekali melihatnya [Ha..Ha..Ha..].
Siksaan itu berlangsung sekitar 15 menit - sampai seluruh sisa kulup Niko dipotong habis, frenulum-nya di gunting, dan lukanya dijahit. Waktu Fritz menggunting frenulum Niko, dia sekali lagi sengaja menyentakkan guntingannya dengan KERAS [!], sehingga Niko jadi seperti terlonjak kaget dan amat kesakitan ! Dia menjerit untuk kedua kalinya :
"AGHHH !!!! SAKIT PAK DOKTER !!!!, lebih keras lagi suaranya dari jeritan pertama! Pasti kali ini jauh lebih nyeri - sebab frenulum-nya yang penuh dengan syaraf itu digunting oleh Fritz dan segaja disentakkan!
Niko menurut saja ketika aku baringkan di lantai tanpa alas dan bertelanjang bulat! Ia tak sempat berpikir apa-apa lagi, selain merasakan pedihnya luka sunatnya. Apalagi sampai ketika sudah tiba di rumah, Niko tampak masih amat kesakitan. Aku senang dan bangga Niko dapat merasakan pedihnya passage to manhood secara militer, tanpa dia semaput atau jatuh pingsan [Ha..Ha..Ha..]
4. Penyembuhan luka sunat Niko
Karena Niko masih amat kesakitan. Waktu pulang aku biarkan dia telanjang bulat saja naik mobil. Dari klinik ke parkiran mobil Niko berjalan telanjang bulat. Tapi tubuh atasnya aku tutup dengan jacket militerku, sedangkan tubuh bawahnya aku biarkan terbuka, Di komplex kesatuan itu yang ada hanya laki-laki dan semuanya tentara. Mereka sudah biasa melihat new recruit yang baru disunat secara militer berjalan telanjang bulat dalam keadaan amat kesakitan. Karena itu mereka tidak merasa heran melihat Niko berjalan telanjang-bulat. Seperti para new recruit yang baru sunat, agaknya karena rasa sakit di luka sunatnya, ketika itu Niko juga sudah lupa pada rasa malu bertelanjang-bulat di hadapan orang banyak.
Sesampainya di rumah aku menyuruh Niko untuk melanjutkan bertelanjang bulat selama dua minggu. Alasanku :
"Biar luka sunatnya lekas sembuh", Niko menurut saja. Selama dua minggu berikutnya, Niko bertelanjang bulat saja, tapi dia tetap melakukan kegiatan sehari-hari di rumahku, tanpa risih.
POST SCRIPTUM
Dari cerita Bang Yanis itu, aku yakin Niko memang punya jiwa militer dan dia memang laki-laki sejati ! Nyatanya dia tegar dan tetap percaya diri meskipun harus bertelanjang-bulat selama dua minggu!
[KERISTOFO'ORI RINALETO - CRISTOFORI RINALDO]
hahahahahaha jancok sekali cerita di sini ya ... yg punya akun dia adalah orang yg paling ter fuck di jagad ini ... dan ceritanya adalah cerita ter jancok taek asu raimu yg pernah saya baca ... selamat untuk anda bung ... semoga kematian akan menjemput anda dgn lebih cepat
BalasHapus